“Apa sih yang sebenarnya aku lakukan!” Seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu tampak menggerutu pelan sembari menjauhi sebuah ruangan, jika diperhatikan tampak semburat merah muda di pipinya.
Belum ada satu menit, gadis yang sama kembali mendekati ruangan itu dengan langkah yang terlihat ragu-ragu, kepalanya menoleh kekanan dan kirinya seakan takut ada orang yang memergokinya, beruntunglah dia lingkungan sekolah sudah sepi hanya terdapat beberapa siswa yang masih mengerjakan tugas. Dengan sangat perlahan dibukanya sedikit pintu ruangan yang mengganggu pikirannya sejak tadi, dari celah sempit itu dia melihat isi dalam ruangan itu.
Sebenarnya ruangan itu hanyalah ruangan sempit yang biasa digunakan markas organisasi kesiswaan. Ruangan itu berukuran kurang lebih 3X3, di dalam ruangan itu tampak barang-barang berserakan di mana-mana. Di tengah-tengah ruangan itu, terdapat sesosok pemuda yang menjadi objek pemandangan sang gadis.
Sang pemuda itu tengah asyik dalam alam mimpinya, tidurnya tampak nyenyak meski hanya beralaskan sehelai kain yang menutupi lantai. Sementara itu di luar ruangan tampak sang gadis sedang berusaha mengontrol perasaannya, dia menutup mulutnya dengan tangannya sementara matanya tidak lepas sedikitpun dari sosok sang pemuda itu, rona merah di pipinya semakin tampak jelas.
Sang pangeran tidur sendiri tidak tampak terganggu sedikitpun, posisinya tidak berubah sama sekali, masih tertidur dengan posisinya terlentang menggunakan kedua tanggannya sebagai bantalan kepalanya. Sang gadis memandangnya dengan tatapan penuh kekaguman. Bagi gadis itu sosok sang pemuda itu jauh lebih indah dari pahatan patung dewa-dewa Yunani yang kerap dia lihat di televisi.
Kedua lengan ramping milik pemuda itu terlihat kuat meskipun tidak terlihat kekar, membuat sang gadis menghayalkan bagaimana hangatnya kedua lengan itu saat mendekap tubuhnya. Sang gadis memfokuskan pandangannya pada wajah sang pemuda, wajah yang tak pernah gagal mengusik jantungnya. Pandangannya beralih ke mata sang pemuda yang bersembunyi di balik kelopak matanya yang terpejam, meskipun kedua manik itu bersembunyi, namun sang gadis tahu betul bagaimana tajamnya manik hitam itu saat memandang ke arah lawannya, dia tahu betul bahwa di balik ketajaman manik itu tersimpan kelembutan, kasih sayang serta kesepian yang amat sangat.
Dia sering melihatnya secara tersirat saat manik itu memancarkan kelembutan serta kasih sayangnya kepada sosok yang berhasil mencairkan kebekuan hati sang pemuda, sosok yang sangat cantik, dewasa dan sangat menyilaukan, sehingga sosok itu tidak akan tertutupi oleh silau sang pemuda apabila mereka berdampingan. Sosok yang sangat berbeda jauh dengan dirinya yang bagaikan itik buruk rupa yang bahkan tidak pernah dipandang oleh sang pemuda, gadis itu tersenyum pilu akan pemikirannya sendiri.
Pandangannya kemudian beralih ke bibir tipis sang pemuda yang seakan mengundangnya untuk mengecupnya. Rona merah di pipi gadis itu semakin tampak saat pandangannya menangkap pemandangan lain yang tidak kalah menarik. Posisi tidur sang pemuda membuat baju di sekitar perutnya sedikit tersingkap sehingga memperlihatkan sedikit bagian perutnya yang rata, sang gadis semakin terlarut dalam khayalannya sendiri, dia membayangkan seperti apa rasanya berada dalam pelukan sang pemuda, dia membayangkan bagaimana rasanya saat dia menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher sang pemuda sementara kedua tangan sang pemuda memeluk pinggangnya erat saat sang pemilik tangan membisikkan kata-kata romantis di telinganya.
Merasa frustasi dengan khayalannya gadis itu membenturkan kepalanya pelan pada pintu, dia bukan gadis yang mesum, sungguh. Dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu, dia bahkan tidak tertarik akan hal-hal yang seperti itu. Dia gadis yang masih kekanak-kanakan yang bahkan tidak memiliki daya tarik sama sekali. Namun hanya pemuda di hadapannya inilah yang membuatnya menjadi sosok yang berbeda. Hanya oleh pemuda inilah sang gadis ingin dipandang sebagai seorang wanita dewasa, karena pemuda inilah sang gadis berusaha mengubah penampilannya dengan harapan sang pemuda akan sudi meliriknya, meskipun begitu dia cukup tahu bahwa usahanya sia-sia, sampai kapanpun sang pemuda tidak akan pernah memandang ke arahnya, tidak akan pernah.
Gadis itu terperanjat saat dia melihat sedikit pergerakan dari sang pemuda, tubuhnya seakan tidak mau menuruti perintahnya untuk segera berlari meninggalkan tempat itu, matanya membulat saat dilihatnya kelopak mata milik pemuda itu mulai terbuka memamerkan manik hitamnya.
“Oh, shit!!”